Jakarta – Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (BP Taskin) bersama Universitas Indonesia (UI) melalui Sekolah Pascasarjana Pembangunan Berkelanjutan (SPPB) menggelar Seminar Nasional bertajuk “Ketahanan Pangan sebagai Pilar Pengentasan Kemiskinan Berbasis Kearifan Lokal” di Auditorium Kampus Salemba, Jakarta. Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian Dies Natalis Program Studi Pembangunan Berkelanjutan UI.
Seminar menghadirkan sejumlah narasumber kunci, termasuk Bupati Solok Jon Firman Pandu, Bupati Tabanan, serta para pakar ketahanan pangan UI. Diskusi berlangsung dinamis, membahas tantangan pertanian modern, strategi berbasis kearifan lokal, hingga penerapan perspektif ekonomi Pancasila dalam memperkuat sistem pangan nasional.

Lebih dari sekadar forum akademik, kegiatan ini menjadi ruang strategis yang mempertemukan gagasan dan pengalaman lintas daerah serta disiplin. Tema yang diangkat menegaskan bahwa ketahanan pangan tidak hanya persoalan teknis, tetapi juga fondasi kesejahteraan masyarakat serta pilar ketahanan nasional.
Data terbaru menunjukkan tingkat kemiskinan Indonesia per Maret 2025 berada di angka 8,47% atau sekitar 23,85 juta penduduk. Meski merupakan capaian terbaik sejak krisis 1998, laju penurunannya cenderung melambat. Presiden Prabowo Subianto menargetkan kemiskinan ekstrem mencapai 0% pada 2026, target ambisius yang membutuhkan inovasi dan kolaborasi lintas sektor.
Wakil Kepala BP Taskin, Iwan Sumule, dalam sambutannya menegaskan bahwa upaya pengentasan kemiskinan harus melampaui bantuan sosial.
“Kami mengusung pendekatan graduasi kemiskinan, yang tidak hanya memberi bantuan, tetapi membekali masyarakat agar mandiri,” ujarnya.
Pendekatan tersebut mencakup empat pilar: pemenuhan kebutuhan dasar, penciptaan pendapatan, pemberdayaan, serta peningkatan tabungan atau investasi.
Salah satu sorotan utama seminar adalah peran kearifan lokal dalam memperkuat ketahanan pangan. Sistem subak di Bali dipaparkan sebagai contoh paling konkret: bukan sekadar irigasi tradisional, tetapi filosofi hidup yang menekankan harmoni, keadilan, dan gotong royong. Melalui pengelolaan air yang merata dari hulu hingga hilir, Bali mampu mempertahankan surplus beras meski keterbatasan lahan.
Dari Solok, Sumatera Barat, praktik persawahan tradisional, metode penyimpanan pangan, hingga kuliner fermentasi seperti dadiah turut disorot sebagai bentuk kearifan lokal yang mampu menopang ketahanan pangan. Bupati Solok Jon Firman Pandu mengapresiasi penyelenggaraan seminar dan menilai forum ini penting dalam memperkuat langkah menuju target zero extreme poverty pada 2026.
Sementara itu, Direktur SPPB UI, Prof. Dr. Supriatna, M.T., menegaskan perlunya kolaborasi antarpemerintah dan akademisi dalam merumuskan kebijakan berkelanjutan.
“Universitas memiliki peran strategis dalam menyediakan basis pengetahuan dan riset untuk kebijakan yang berkelanjutan,” ujarnya.
Seminar ini diharapkan melahirkan rekomendasi konkret serta memperkuat jejaring kerja sama dalam membangun ketahanan pangan sebagai pilar utama pengentasan kemiskinan.
“Kami ingin hasil seminar ini menjadi rujukan nyata bagi pemerintah dan masyarakat,” tutup Iwan Sumule.














